Sunday, January 12, 2020

Seteru dengan Tiongkok di Laut Natuna

      

Ada berita, kapal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) datang ke Laut Cina Selatan (LCS) di sekitar Natuna dan mancing ikan. Menurut Indonesia, itu adalah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, maka Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kita melayangkan protes keras. Eh, sehari setelah itu, Kemenlu RRT bikin konperensi pers, menyatakan bahwa RRT punya hak atas pulau-pulau dan laut di sebelah utara Natuna. Urusan jadi geger.

Jangan keliru, RRT nggak pernah mengklaim Natuna, lo ya. Natuna resmi milik Indonesia dan tidak ada negara manapun yang membantah, termasuk RRT. Yang diklaim oleh RRT bukan Natuna tetapi Nansha alias Spratly Islands. Ini merupakan kumpulan pulau dan karang kecil di LCS yang kepemilikannya masih jadi sengketa. Banyak yang rebutan, termasuk RRT, Vietnam, Taiwan, Malaysia, Filipina dan Brunei. Indonesia nggak ikut-ikutan. Ngapain?! Kita punya 17 ribu lebih pulau, itu aja sudah repot ngurusnya. Nah, karena tidak mengklaim pulau atau karang di LCS, Indonesia dikenal sebagai non-claimant state di LCS.

Sebenernya, ketentuan penguasaan laut oleh negara itu sudah jelas diatur oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut alias UNCLOS. Tentu masih inget pelajaran SD, SMP atau SMA bahwa negara berhak atas laut territorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), ZEE (200 mil laut) dan landas kontien yang bisa lebih dari 200 mil laut. Lebar masing-masing zona maritim ini diukur dari garis pantai atau garis pangkal. Berita baiknya, semua negara di sekitar LCS sudah mengakui UNCLOS sebagai hukum.

Kalau semua negara di sekitar LCS sudah menganut UNCLOS, kok tetap aja ribut-ribut soal laut? Situasi di LCS memang rumit karena bentuk geografisnya berupa lautan setengah tertutup yang dikeliling daratan negara. Kalau biasanya kita punya daratan yang dikelilingi air laut, di LCS sebaliknya, laut dikelilingi daratan. Kalau semua negara itu mengajukan haknya atas laut pasti jadi runyam karena klaimnya mengarah ke satu titik yang sama di tengah. Tambahan lagi di tengah itu mereka bersengketa soal kepemilkan pulau/karang. Ambyarlah sudah. Perseteruan tidak bisa dihindari. Jadi, ketika semua negara ikut aturan UNCLOS saja, situasinya sudah rumit untuk diselesaikan. Apalagi kalau ada negara yang nggak ikut aturan. Pasti makin ambyar.



source https://kristelmaedelvalle1.wordpress.com/2020/01/12/seteru-dengan-tiongkok-di-laut-natuna/

No comments:

Post a Comment